Kuntum Ketegaran


BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’aala yang telah menundukkan lautan sehingga manusia dapat berlayar diatasnya untuk mencari butir-butir mutiara yang tersembunyi dibalik kerang. Menetapkan kondisi gunung sehingga manusia dapat mendakinya dan mengambil ibrah dari semua perjalanan. Sungguh mah besar Allah sang arsitek Alam yang merancang seluruh kehidupan hingga kebinasaan semua makhlukNya tanpa ada yang luput satupun dari pengawasan-Nya. Dialah Allah yang telah menciptakan dua helai sayap capung yang tertancap dipunggungnya dengan bentuk yang rumit dan transparan, namun ringan dan berfungsi untuk terbang. Dialah Allah yang telah menciptakan ikan yang berenang didalamnya laut yang asin airnya, namun tidak mempengaruhi rasa dari daging ikan yang menempel pada tulang. Dialah Allah yang telah menciptakan kupu-kupu yang indah nan anggun dengan proses yang mendidiknya untuk teguh dan sabar dalam mulianya kasih sayang Tuhan-Nya.

Shalawat beserta salam semoga terus tersampaikan kepada jumjungan manusia syurga, Rasulullah Sallallahu alaihi Wasallam yang menebarkan bibit iman di hati kita, semoga kita depat terus merawatnya agar tidak rusak dan mengering. Beliaulah (rasulullah) dengan santun dan rendah hati mengejakan kepada lisan lisan yang taan tentang kalimat tauhid. Asyhadu anla ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammad rasulullah. Dua kalimat yang menjadi identitas apakah dia kita muslim atau tidak.

Hari ini saya hadir kembali untuk mengulas hal yang mungkin sudah kita remehkan, bahrak kita lupakan keberadaannya. Saudaraku, dalam tulisan ini hingga akhir sungguh tidak ada sedikitpun terbesit dalam aksara untuk sombong apalagi berbangga atas tulisan tafakkur ini. Saya hanya ingin membagikan pemahaman yang dimiliki untuk teman-teman semua. Agar kita menjagi “pohon rindang yang berbuah”.

Assamalu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kebahagiaan meliputi hati kita semua

KUNTUM KETEGARAN
Pucuk cemara ditepi gunung
Menghadap lembah dikolong langit
Meliuk ditingkahi angin
Membelai tubuhnya ke ujung senja”..

Pada prosesnya, bibit cemara ditepi gunung ini hanya berupa benih kecil seukuran biji jeruk yang diapit oleh paruh burung merpati mengelilingi lereng gunung. Lama dia terbang rendah lalu meninggi melawan awan, hingga terlepas dari paruhnya benih cemara itu. Benih cemara bergelinding menumbuk batu kasar dan terjal berkali-kali hingga berhenti disudut jurang yang curam.

Bertemankan malam yang dingin dia meringkuk sendirian menahan sakit. Cahaya matahari disiang hari yang panjang nan panas menusuk permukaan kulitnya yang telak tergores-gores batu tajam. Dia terhimpit didalam bebetuan. Kadang angin kencang membuatnya bergerak sedikit, semakin tertanam didalam himpitan kedua batu. Sesekali hujan deras mencabik tubuhnya dengan kasar tanpa peduli. Beberapa saat daun dan ranting kecil pohon menimpa dirinya dengan sombong.

Kadang hanya bulan yang sudi mendengar tangisannya dimalam hari, cahaya lembut dari angksa turun dan mengusap lukanya dengan halus. Mencoba mengurangi sakit pada tubuhnya. Namun itu tidak bertahan lama. Subuh datang dan bulan menghilang tanpa cahaya kembali ke peraduan Tuhan.

Benih kecil itu tetap sabar dan teguh dalam semangatnya. Sadar akan fitrahya bahwa Allah menciptakannya penuh perhitungan untuk memberikan kesejukan dan mengolah udara segar lewat daunnya yang lebat berbentuk jarum. Janji Allah itulah yang selalu ditanam didasar hatinya untuk tidak mengalah dan tegar dalam kondisi alam yang kurang baik memperlalukannya.

Satu musim berlalu, kulit luarnya sudah terkupas dan sekarang hanya dilapisi oleh selaput tipis yang lentur. Bentuknya mulai berubah. Dia tidak tahu dirinya akan menjadi apa, tapa ikhlas atas ketentuan Allah yang menciptakannya. Selang beberapa hari, selaput itu koyak dan hanya ada dua lempengan melengkung mengapit sesuatu yang sangat kecil.

Tak ada lagi halangan bagi mentari untuk menyiramkan cahaya kepadanya, kini tanpa kulit pelindung walaupun tipis, tubuh intinya mulai lecet kembali ketikabcatu yang keras menindih darinya depan dan belakang, luka itu ditambah angin yang bertiup kencang disekelilingnya. Namun tetap saja dia bersabar menanti perubahan apa lagi yang akan terjadi pada dirinya. Hnaya sabarlah yang mampu memoles senyum dibibirnya.

Kini tubuh bagian bawahnya muncul sesuatu berwarna kuning yang tidak lurus, selaras dengan pertumbuhan sesuatu yang hijau diatas kepalanya. Ya. Akar namanya. Akar muda itu dengan kelemahannya menggulung tanah dan mengikat batu kecil disekitarnya agar kokoh dan kuat berdiri. Sesuatu yang hijau itu adalah pucuknya yang pertama.

Masa ini sangat berat baginya, pucuk hijau muda yang masih lunak itu harus menembus celah batu yang kecil, sehingga ujungnya sobek dan tergores dimana-mana. Akar dibawahnya terus menyemangatinya agar tidak kalah pada tajamnya batu, tahan dan hadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Pucuk kecil ini dengan teguh menumbuhkan dirinya dan menembus celah batu yang selama ini mengurungnya.

Sebulan lamanya, tubuhnya terus meninggi dan batangnya mulai kokoh, akarnya telah kuat untuk menghunjam ke tanah bumi mengikat sari dan air dalam tanah. Cemara kecil ini terlalu polos dan belum tahu apa rencana Allah padanya. Sesekali angin kencang dan hujan yang merongrong tubuhnya, dia mulai dan lurus mengahap lagit.

Helai daun mungilnya sudah tumbuh beberapa tampak hijau menyejukkan mata namun sangat lunak ketika ditiupa angin. Batang tubuhnya bengkok ketika udara malam menggoyangkan dirinya, namun tetap kembali keposisi semula dengan payahnya. Dihadapkan wajahnya ke langit dan berdoa mengenai nasib yang menimpa dirinya. Berharap doa itu berlabuh ditepi langit dan dikabulkan Tuhan-Nya.

Tapi Allah punya rencana lain, ditengah cobaan alam disekelilingnya, Allah terus menguatkan fisiknya agar kokoh dan perkasa, menantang angin yang datang, melawan hujan yang datang.

Lama waktu yang terulur untuk menanti tumbuh besarnya, hingga diketinggian enam meter dia sudah berjaya. Melantunkan tasbih terindahnya, memuji kekuasaan Allah atas penciptaanNya. Dia sadar luka-luka ditubuhnya adalah hal yang menuntunnya untuk setia pada rencana Allah. Dia sadar makna tegar baginya, walau goresan demi goresan terus bertambah dalam dirinya lalu, dia ikhlas dan sabar. Kini banyak burung yang membuat rumah didahannya, dengan ceria dia berbagi kenyamanan bersama makhluk yang lain. Didikan dari sekolah alam membuatnya tahu makna ketegaran.

Sadar bagi dirinya ketika ada cobaan yang didatangkan Allah untuknya, maka tidaklah patut mengadu kepada Allah mengeluhkan kalau tidak sanggup melewatinya, bukankah lebih mulia jika berdoa untuk menguatkan tubuhnya?

Sebesar apa ketegaran kita menghadapi cobaan, maka sebesar itulah ganjaran yang Allah hadiahkan untuk hamban-Nya..

Maha Suci Allah, Segala Puji Bagi Allah, Tiada Tuhan Selain Allah, Allah Maha besar...

“Sebuah perjalanan panjang menuju kebehagiaan harus merasakan apa itu luka dan apa itu duka”...


Qarel Muhammad Hawari
Lantai 3 Perpustakaan UGM
Yogyakarta - Indonesia

Komentar

Postingan Populer