Ada Bahagia Dihatimu
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Di Syawal ini, saya kembali hadir
ditengah kesibukan saudara-saudara dalam beragam aktivitas. Semoga saja untaian
nasihat ini tidak mmengganggu jalannya aktivitas saudara. Sungguh tidak ada
yang ingin saya banggakan -apa lagi pamer- dalam setiap paragraf ini. Murni
bagi saya hanya untuk menyampaikan apa yang saya ketahui. Teringatlah diri ini pada tutur sabda seorang insan mulia yang bemakna
orang terbaik adalah orang yang bermanfaat beagi orang lain. Dalam konteks
hadits ini saya merealisasikannya dalam bentuk susuan aksara ini.
BAHAGIA ADA DIHATIMU
Saudaraku, dengarkanlah didalam
sunyi malam
Sebelum Subuh datang mengucap
salam
Ada kegusaran yang terpendam
Sudah lama namun sering
terabaikan
Kadang gusar itu tersirat diwajah
Ketika duduk berfikir tanpa arah
Dia selalu berteriak
Tapi kita tidak mau mendengarnya
Tubuh ini setiap harinya terus
bergerak
Sesuai keinginan
Bukan kebutuhan
Hati didalam dada meronta
Tentang arah hidup yang salah
Namun kita tidak menyadarinya
Tentang makna bahagia...
-----
Rasa bahagia pasti jadi harapan
mutlak kita semua. Tapi sering kali kita tidak memaknai prosesnya, hanya tepaku
pada hasil yang telah dicita-citakan. Bahgia bagi para anak muda identik (maaf)
dengan segala kebutuhan yang terpenuhi, dapat berselancar didunia maya bersama
teman-teman baru, dapat berkumpul bersama sahabat disekolah dan tertawa, dapat
mengenakan pakaian dengan model terbaru, memiliki alat komunikasi, ada
kendaraan untuk jalan-jalan, tidak kesulitan uang ketika ingin jajan. Maaf ini
hanya pandangan saya. Hampir semua anak muda jika hal-hal ini sudah terpenuhi
maka rona wajahnya mulai tersenyum. J
Maka jika ini sebagai ukuran,
tentu saja itu hanya berlaku pada anak muda, lalu bagaimana dengan anak-anak,
orangtua, dan mereka yang berusia senja?. Sungguh
kita tidak bisa berpatokan pada “semudah apa hidup kita”. Tapi arti bahagia
yang sebenarnya adalah “sepaham apa kita tentang hidup yang dijalani ini”. Apakah hidup ini hanya masa mengurai waktu
menunggu mati sambil Menikmati semua hal yang disebut “bahagia”?.
Disisi lain, mereka yang hidupnya
lebih “sulit” dari kita tidak pernah (jarang sekali) mengeluh dengan nasibnya
yang serba kekurangan. Bahkan disela-sela keterbatasannya itu dia masih sempat
memberikan sesuap rezeki miliknya kepada orang yang lebih menderita
dibandingkan dirinya. Dia bisa tertawa lepas, bercanda bersama dalam kehangatan
kasih keluarga dan menaburkan senyum kemanapun dia berada.
Sekilas serasa sama arti dari dua
bahagia yang berbeda itu. Kaerena sama-sama tersenyum dan tertawa. Tapi
perbedaannya adalah hati mereka tenang tidak berombak. Tidak ada keluhan
mengenai kegusaran dalam hidupnya.
Kualitas kebahagiaaan tidak bisa
diukur dari gaya seseorang. Tapi hati yang bertindak dalam hal ini. Kualitas
kebahagiaanlah yang meringankan kaki untuk melangkah, tangan untuk memberi, dan
bibir untuk tersenyum.
Mendalami apa yang diinginkan
oleh hati sebenrnya lebih baik daripada bergabung bersama hal-hal asing yang
sama sekali belum kita ketahui sebelumnya.
Begitulah saudaraku, konsep kebahagiaan itu mudah dan simpel
sebenranya. Hanya perlu mendengarkan suara hati.
Jangan biarkan hati layu dan
menggulung lesu, hidupkan kembali ia pada posisi semula. Pahami tentang
pentingnya dia dalam rangkaian hari-harimu. Cukupkan semua kebutuhannya agar
semakin peka dan terus berbisaik tentang bahagia.
Hati itu ibarat navigasi dalam
hidupmu, dia menentukan kemana arah dan langkah kakimu lewat apa yang telah kau
tabur dan kau pupuk diatasnya.
Maka sudah sepantasnya bagi
setiap manusia untuk berbahagia. Hanya mendengar apa kata hati.
----
Pastikan hatimu tidah rusuh dan
bergemuruh
Tidak risau dan galau
Tidak berombak dan retak
Balut kembali hatimu dengan
indahnya lantunan dzikir.
Teduhkan kondisinya agar tetap
nyaman
Hindari hal yang diragukan
kebaikannya
Pupuk benih tulus dihatimu dalam
melakukan sesuatu tanpa mengharap pamrih.
Selamat menuai kebaikan yang telah kau tanan ditaman mungil dan indah.
Apakah dia telah berkuntum bunga dan siap meneberkan keindahan mekarnya?
Ataukah dia telah rusak menghitam menunggu saat yang tepat untuk “pulang”.
Yogyakarta,
Qarel 2013
Komentar
Posting Komentar