Dengan Sajadah Enggan Berbagi
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM

Saya awali untaian nasihat ini
dengan kalimat salam dari surga, Asslamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Allah selalu menurunkan rahmat dan kasih
sayang-Nya di sayyidul ayyaum ini.
Hari Jum’at.
Saudaraku, sembali saya hadir
untuk mengingatkan diri saya sendiri dan semua yang membacanya, mungkin saja
ada kesilapan dan kealpaan yang terselip dalam aktivitas keseharian kita tanpa
kita sadari. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita jalan yang lurus, yaitu jalan yang
telah ditunjukkan kepada mereka dan bukan pula jalan yang sesat.
DENGAN SAJADAH SAJA ENGGAN BERBAGI
Alhamdulillah, jamaah masjid bertambah
berlipat-lipat dibulan Ramadhan ini, jumlah infaq yang terkumpul setiap harinya
pun selalu mencapai angka yang fantastis atas semangat beribadah kita dibulan
ini.
Jumlah shaf yang biasanya terisi
hanya satu atau dua shaf, kini paling sedikit terisi menjadi sepuluh shaf, bahkan
dihari-hari awal, halaman masjid pun menjadi tempat kita semua beribadah,
ruku’ dan sujud memohon ampunan Allah.
Beberapa diantara kita, sebelum
datangnya bulan ini pergi ke pusat busana muslim. Membeli pakaian ibadah,
sajadah, sarung, dan peci. Semuanya baru dengan niat untuk dipakai disaat
shalat dan mengenakan yang terbaik dalam menghadap Allah. Semoga persepsi
sebagian besar kalangan ini tidak salah tentang arti kesederhanaan. Amiin.
Coba perhatikan, cukup banyak
diantara kita yang membaawa sajadah untuk shalat dimasjid, terlebih saat shalat
tarawih berjamaah. Ketika Iqamah mulai dikumandangkan, maka sajadah itu
bibentangkan tepat diposisinya mereka akan shalat. Dalam hal ini kenyamanan
dalam ibadah termasuk hal yang penting dalam meraih kekhusyu’an shalat.
Ada fenomena yan terjadi disaat
itu, tidak sedikit diantara kita hanya membentangkan sajadah yang kita bawa
untuk kita saja dengan possisi yang memangjang kedepan. Jarang sekali kita
melihat orang yang ada dikiri dan dikanan kita. Bagiamana persiapannya dalam
shalat? Apakah sama seperti kita membawa sajadah juga?
Terlebih lagi beberapa daerah
sedang hujan dan sebagian masjid tidak menggunakan karpet, namun langsung
beralaskan marmer. Saat malam hari tentu saja mereka yang tidak membawa sajadah
akan merasakan dinginnya malam disaat berdiri dan sujud. Tapi dingin ini tidak
dirasakan bagi mereka yang membawa sajadah.
Jarang sekali kita membentangkan
posisi sajadah kesamping, agar saudara kita juga merasakan kehangatan itu. Ketika
kita menghadap Allah, kita masih menyisakan ego dalam dada, dan ego itu
berimbas pada enggannya kita berbagi sajadah kepada mereka. Kita membiarkan
saudara itu tenggelam dalam ibadahnya yang
dingin, sementara kita merasakan nyaman dan hangat, walupun pahala dan
kekhusyukannya hanya allah yang mengetahuinya.
Tapi inikan masalah yang kecil? Ya, ini masalah yang kecil, semua
orang mengetahuinya. Tapi jika degan hal-hal yang kecil seperti ini saja kita
tidak peduli bagaimana dengan hal-hal lainnya?
Ini kembali ke setiap pribadi,
apakah kita mau berbagi atau tidak. Itulah poin yang harus ditanyakan dalam
setiap diri masing-masing. Sungguh, kebersamaan akan lebih indah jika kita
salng berbagi.
Saya teringat dalam sebuah kisah
dimana ada tiga orang muslim dizaman rasulullah yang sangat kehausan dan salah
satu temannya terluka, namun hanya memiliki sedikit air yang cukup untuk
diminum satu orang saja. Namun salah satu diantara mereka menolak air yang
diberi saudaranya, dengan alasan saudara yang lain itu lebih berhak, begitulah
secara terus-menerus hingga akhirnya mereka dipanggil oleh Allah sebagai
Syuhada.
Ini termasuk termasuk pelajaran
mendidik hati. Proses mendidik hati tidaklah cepat dan gampang, dia harus
berdasarkan ujian dan realita yang kita hadapi. Maka disaat itulah hati
berperan. Memilih kenyamanan pribadi atau kenikmatan dalam berbagi.
Saudaraku, inilah tulisan yang
dapat kita renungkan bersama. Walaupun hanya soalan yang sepele kelihatannya,
yaiutu tentang berbagi sajadah disaat shalat. Tapi dapat menjadi cambuk bagi
kita semunya untuk tidak sungkan berbagi satu sama lain kaerna sesungghunya
semua adalah milik Allah.
Maafkan saya jika terus-terusan
memberi nasihat. Tapi inilah sebuah kewajiban, menyampaikan apa yang diketahui
untuk kebaikan, semoga kita mendapatkan “tiket” menuju Syurga di Ramadhan ini.
Wassalam
Menulislah dengan rasa Syukur!
Qarel
Komentar
Posting Komentar