KOPI KLOTHOK

Dalam perjalanan ekspress saya kali ini ke Jogja, tidak banyak kehendak selera yang bisa dirasa. Tapi semenjak berkembangnya instagram sebagai sarana pariwisata 5-7 tahun kebelakang, muncul sebuah nama yang tenar sampai saat ini di Jogja. Saya berkunjung kesana: namanya Kopi Klothok. 


Lokasinya di Jalan Kaliurang kilometer 16. 


Secara harfiah saya tidak benar benar paham apa arti klothok itu. Namun saya salut dengan sajian yang di tawarkan oleh warung ini. Berkunjung ke Kopi Klothok mirip seperti berkunjung kerumah nenek yang tinggal di desa dan dekat dengan sawah. 


Diparkiran saya meliham kendaraan yang kebanyakan bukan bernomor polisi AB alias kode Provinsi Yogyakarta, namun AD, AE, AA, G, A, B, D, DD, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan latar belakang domisili pengunjung yang sangat beragam.

Sajian yang ditawarkan memang saya katakan sangat sederhana. Semuanya makanan rumahan. Tempe goreng, telur dadar goreng, sayur asam, lodeh kluwih (kluwih semacam buah tropis yang berbentuk bulat. Bagi saya mirip sekali dengan buah sukun namun bukan. Mirip dengan nangka namun bukan. Itulah kuasa tuhan merupa segala bentuk, me-reka segala rasa). Lodeh terong dan satu macam lodeh lagi (namum saya lupa). Nasi hanya dua macam: Nasi putih dan nasi megono. Lalu ada pelengkap yaitu cabe merah yang di uleg dengan kasar dan kerupuk putih bulat sebesar jengkal tangan. 


Namun siapa sangka orang orang berduyun antri dengan dipandu oleh pekerja di warung tersebut. Jika kondisi sudah penuh, maka palang bambu ditarik lalu teturup akses masuknya. Semacam portal tapi sederhana. Kami menunggu sekitar 20 menitan untuk portal bambu itu terbuka kembali tanda suasana sudah agak loggar namun tetap saja ramai. 


Masuk ke rumahnya saja antri. Didalam rumah tersebut kita langsung diauguhi prasmanan sedehana yang menunya sudah saya sebut di atas. Setelah makanan diambil maka pengunjung duduk di area yang telah disediakan. Didalam atau diluar rumah tersebut. Didalam rumah dengan suasana kuno ala jogja, tersedia kursi kursi kayu berwarna cokelat tua dan meja dengan warna sama. Usianya mungkin sudah tua. Ragam usia makan dengan menu yang sama 


Jika kita makan diluar. Maka terhampar beberapa lembar tikar oanjang berukuran sedang. Di antara tikat tersebut ada kandang burung, ada pohon pisang, ada pohon lain juga. Benar benar suasana desa. Sementara tepat di belakangnya terhampar sawah dengan pematang alami. Saeah menguning. Matahari turun menguapkan embun yang turun mengecup padi. 

Pengunjung kopi klothok dapat juga bermain main di sekeliling sawah tersebut. 

Di ujung mata saya, ada orang sedang membawa piring berisi pisang goreng hangat. Lalu saya bertanya ke seorang pelayan yang lewat, bagaimana cara memesan pisang goreng itu? Jawaban nya mengejutkan: Pesan langsung di penggorengan nya, Mas. 

Dinding dinding rumah ini terbuat dari papan. Hiasannya alami sekali, ada setrika arang, termos air panas, lampu semprong dan semacamnya. Sesekali juga ada kancas putih berukuran 30 sentian berbentuk persegi dengan tulisan kesan dan pesan tokoh yang pernah berkunjungi kesini. 


Pak SBY,  Bu Ani, Bu Mega, Nunung, Pak Mahfud MD, Najwa Shihab dan lain lain. 


--------- 


Apa makna dari cerita di atas? 


Poros wisata saat ini sudah berubah. Konsep wisata kembali ke desa, back to nature. Lebih alami. Menjual keindahan alam dengan suasana kebudayaannya. Wisata buatan seperti Disney Land semacamnya menjual kebahagiaan. Namun kebahagiaan itu tidak mereka letakkan pada alam. Obyeknya adalah permainan yang merupakan wahana. 

Berbeda dengan kopi klothok, suasana dan objek alam menjadi sumber dari kebahagiaan yang ditawarkan. Sinar matahari, menu menu jadul, suasana rumah nenek, pemandangan sawah. Suasana antar pengunjung begitu mesra. Saling mengobrol, bercanda. Sesekali terlempar suara tawa. Namun tawa itu nyata. Hasil dari interaksi manusia. 

Ditulis di ketinggian tiga puluh tiga ribu kaki dari atas permukaan laut. Dalam perjalanan NYIA - CGK. Sekitar 9 jam setelah menyantap Lodeh Terong Kopi Klothok. Mei 2021












Komentar

Postingan Populer