Musik Lokal To The Next Level



Musik Lokal To The Next Level

Oleh: Qarel Muhammad Hawari


Apa yang terbayang dalam pikiran kita semua tentang lagu daerah? Apa masih terkesan kuno dan kehilangan moderenitas? Atau sama sekali tidak menarik dan tergerus oleh zaman? Jika masih demikian maka besar kemungkinan bahwa kita harus memperbaiki mind-set itu.

Saya yakin diantara kita semua sebagian besar mengingat nama Almarhum Didi Kempot, penyanyi lagu Jawa kenamaan dengan kekhasannya yang kental. Dijuluki The Godfather of Broken Heart berhasil menaklukkan banyak telinga dan hati. Menyayat dan mengiris perasaan ironi tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kasih yang tak terbalas.

Tidak hanya di Jawa, setiap daerah memiliki tembang atau lagu berbahsa daerah sendiri yang asli dan otentik. Lalu-lagu ini dinyanyikan untuk banyak sekali kepentingan seperti meninabobokan bayi. Di Aceh misalnya, lantunan Selawat Nabi berbahasa daerah menjadi pengantar tidur si Anak, dan lain sebagainya. Lagu-lagu untuk hajat besar seperti pernikahan, pengiring tarian, atau bahkan upacara adat sekalipun.

Beragamnya khazanah Bahasa dan alat musik daerah melambangkan hal ini merupakan kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, terbentang disetiap wilayah di Indonesia. Kekayaan imajinasi merangkai nada dan kata dalam Bahasa daerah menjadi keunggulan tersendiri dan bukti kemapanan dari segi budaya sebuah suku.

Terbantang dari Aceh Hingga Papua, kita memiliki 34 Provinsi yang bercorak Bahasa dan alat musik yang beragam. Di Aceh kita mengenal Rapa’i, turun kebawah ada Gondang Sembilan kebanggan suku Batak, di Palembang ada Gendang Burdah dan Gambus, di sepanjang Jawa kita memiliki perangkat Gamelan, di Sulawesi kita memiliki alu musik Alosi dan Basi-Basi, hingga berakhir di Papua dengan Tifa nya.  Keseluruhan daerah ini memiliki lagu daerah masing-masing dengan langgam dan seni suara dengan corak yang beragam. Sekali lagi sungguh sebuah kekayaan bagi negeri ini.

Menariknya adalah, dari sekian banyak alat musik tradisional diseluruh Indonesia, hanya Jawa yang memiliki perangkat alat musik berbahan kayu metal yang di cor atau di bentuk dengan ukuran dan berat yang berbeda, sehinga menghasilkan suara sesuai dengan tangga nada. Tidak hanya satu alat musik aja ada bermacam macam seperti Saron, Bonang, Kemung dan lain lain, kesemuanya itu terbuat dari metal. Keseluruhan perangkat ini disebut Gamelan. Lagi-lagi ini menunjukkan kekayaan budaya kita sebagai sebuah bangsa. Ketika banyak alat musik tradisional di belahn dunia lain hanya terbuat dari bambu, kayu, kulit atau senar, kita sudah mapan dan mampu mengolah logam menjadi alat musik.

Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana lagu-lagu daerah ini dapat naik kelas? Tidak semata dipandang sebagai lagu yang memiliki daya jangkau yang kecil, tidak dapat melejit atau bahkan kuno? Ini PR kita bersama.

Lagu-lagu daerah paling sering masuk ditelinga kita ketika ada acara yang berhungungan dengan adat atau ketika sedang dalam perjalanan darat menggunakan angkutan umum. Biasanya Bis. Dapat di cek secara acak dalam perjalanan menumpangi bis, pasti ada lagu daerah yang diputar.

Kadang terpikir oleh saya, apakah hanya sebatas penumpang bis sajakah yang mendengar lagu daerah? Apakah karena bis terkesan menjadi angkutan seluruh lapisan masyarakat? Yang dapat berhenti di terminal atau di pinggir jalan?

Apresiasi kita sendiri terhadap penyanyi atau musik daerah harus di tingkatkan. Terpikir oleh saya bagaimana jika lagu daerah diputarkan di pesawat ketika sesaat sebelum terbang (masa loading penumpang) dan sesaat selepas landing?

Saya termasuk orang yang dapat dikatakan sering menumpangi pesawat. Meskipun dalam sebulan hanya berkisar sekali atau dua kali. Tetapi selama 5 tahun kebelakang, berdasarkan pengalaman yang saya miliki ketika berangkat dan landing di suatu bandara di Indonesia, jarang sekali lagu daerah diputarkan. Terlebih lagi lagu daerah di wilayah bandara tersebut, yang sering terengar adalah lagu Pop populer Indonesia, atau lagu band Barat yang sedang ngetrend atau semilir lagu lagu khas maskapai tersebut.

Di Aceh kita mengenal sosok Rafly, Liza Aulia, Apache 13, Sumatera Utara memiliki Grup Nabassa Trio atau Persada Trio, Sumatera Barat ada penyanyi Ratu Sikumbang, Ria Amelia. Di Jawa sendiri ada sang legenda almarhum Didi Kempot atau Via Vallen. Bali ada Yong Sagita atau Yan Se, di Sulawesi selatan kita kenal Iwan Tompo, atau di Papua sendiri ada Qhiba atau Rilex Clan.

Keseluruhan nama diatas adalah sebagan kecil daftar nama musisi perorangan atau grup yang berkarya dengan menyanyikan lagu daerah mereka masing-masing. Masih banyak sekali penyanyi grup atau perorangan bertalenta dan berbakat yang tidak ditulis diatas karena ketebatasan tempat dan waktu. Lalu apakah bisa jika kita membantu meberikan panggung kepada seniman music tradisional ini agar karya mereka naik level? Diputarkan di pesawat terbang misalnya?

Saya membayangkan jika seluruh penerbangan domestik di Indonesia menggunakan lagu-lagu daerah tersebut sebgai pengiring musik di dalam kabin ketika menunggu penumpang naik keatas dan sesaat setelah landing. Lalu bagaimana mekanismanya?

Kita contohkan saja penerbangan dari Bandara Kualanamo Medan menuju bandara NYIA Yogyakarta. Maka ketika proses menunggu penumpanng naik, meletakkan tas di bagian kabin, hingga duduk, maka musik yang diputarkan adalah lagu-lagu daerah yang bearsal dari Sumatera Utara, dan begitu pula ketika landing di NYIA, maka lagu yang diputarkan didalam kabin pesawat itu adalah lagu-lagu yang berasal dari musisi tradisional Yogyakarta. Begitu seterusnya untuk penerbangan domestik.

Memang benar bahwa ada beberapa pesawat terbang domestik yang sudah dilengkapi dengan layar AVOD (Audio-Video On Demand) yang didalam perangkat itu sudah ada lagu daerah yang dapat kita dengarkan secara personal ketika terbang dengan menggunakan handset pribadi atau yang disediakan oleh pihak maskapai. Namun lagu daerah harus bersaing dengan banyak list album musik Pop Indonesia dan Barat. Ini membuat jarang sekali kita memilih lagu daerah sebagai teman perjalanan kita.

Dengan diputarnya lagu daerah didalam kabin, saya berpendapat bahwa ini salah satu cara yang dapat digunakan untuk menikmati nuansa kedaerahan dengan cara yang moderan dan to the next level. Sekain itu yang terpenting adalah untuk meningkatkan daya saing sehat dalam rangka memproduksi lagu daerah antar musisi. Karena pasti ada kebanggaan tersendiri jika karya yang diiliki mengalun ketika sedang di pesawat terbang baik Sesaat aka take-off atau setelah landing.

Merujuk kepada Indonesia National Air Carriers Association (INACA), sepanjang tahun 2018 telah berlangsung 3500 penerbagan domestik, artinya ada sekitar 7000 kesempatan lagu-lagu daerah ini mengalun diputarkan di dalam kabin pesawat terbang.

Sungguh menurut hemat saya ini menjadi cara untuk saling mengapresiasi seni musik lokal di Indonesia. Salah satunya adalah memberikan kesempatan untuk memutarkannya. Kini sudah saatnya kita mengutamakan produk lokal dan memperhatikannya. Jikapun ada yang perlu diperbaiki dan diarahkan untuk menjadi hasil yang professional, sebaiknya jangan ditinggalkan, tetapi dirangkul. Sudah saatnya musik lokal sejajar dan setara denan musik internasional.

*Esai ini saya kirimkan via email kepada Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif dan Direktur Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan, dan Penerbitan Kemenparekraf Republik Indonesia sebagai bentuk usaha memberikan saran membangun kepada pemerintah. Memang pemberian saran ini terkesan terlalu mengada-ada bagi beberapa orang karena hanya terkesan membuang waktu beberapa hari untuk memikirkan ide ini. sayup sayup tersemarak dalam pikiran saya seutas pikir psikolog dari Kesswill, Sebuah desa di Swiss  berkata "Berpikir itu sulit, itulah mengapa kebanyak orang menilai".

** sumber foto: www.interaktif.kompas.id/baca/musik-gamelan-bali/

- - - -

Jakarta, 3 April 2021

Qarel Muhammad Hawari

Email: qarelmhawari@gmail.com

Ho Hp: 0853 10143256

Komentar

Postingan Populer