Memindah Ibukota
Setelah sudah bangsa ini melawati pilpresnya dengan beragam rasa dan harapan. Berangkai rangkai debat pilpres telah kita saksikan, beragam pernyataan, dukungan, aksi hingga ditutup dengan tayangan sexy killer yang membuat sebagian orang semakin apatis dengan acara coblos menyoblos ini.
Terlepas dari apapun dan siapapun yang kita pilih, itu sudah berlalu dan saatnya menanti siapa yang dilantik.
Dalam sejarah Indonesia, ibukota negara kita beberapa kali berpindah pindah sesuai dengan kebutuhan dan karena ancaman yang berlaku ketika itu. Dalam konteks ini kita perlu membagi fikiran kita dulu dalam srbuah konsep yang sama. Supaya ngobrolnya nyambung, hehe
Ibukota negara, artinya pusat pemerintahan sebuah negara. Pusat ekonomi dan pusat industri tentu hal yang berbeda. Walaupun kedua hal ini saling bertumbuh dan saling memperngaruhi.
Yogyakarta, Jakarta, Padang di Sumbar hingga Bireuen di Aceh pernah menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Kala itu Belanda masih kekeuh untuk mepanjutkan tipu daya nya. Setelah keliling sampai ke barat Sumatera, perjalanan ibukota negara kita kembali ke Pulau Jawa, Jakarta.
Tahun 40an, Jakarta tidak seperti sekarang, secara wilayah, mungkin tidak bertambah (reklamasi pulau), tapi pembangunan infrastruktur ekonomi membuat Jakarta menjadi magnet bagi warga negara mengadu nasib. Industri di bangun, bandara di petakan, jaringan transportasi menjadi jembatan di sela kaki kaki pencari nafkah melangkah. Hingga penuh sesak dan belum ada solusi terbaik gimana caranya melapangkan jakarta selain hari libur (tanggal merah)
Beberapa negara besar yang kita kenal sudah memulai antisipasi itu. Ada beberapa cara yang memang mengerucut ke pemindahan. Apakah yang dipindahkan adalah warganya? bangunan bangunan pabrik ya? Atau komplek komplek gedung pemerintahan pusatnya?
Pemerintah dibeberapa negara mengantisipasi itu dengan cara tidak menggabungkan ketiga hal ini dalam satu kota. awal tahun 2000 Malaysia membuat kota buatan yang isi utamanya adalah Infrastuktur bangunan banghnan gedung kementerian, seluruh bangunan kementerian dan badan non kementerian tingkat I dipindahkan ke kota tersebut. Tidak hanya itu, dibangun juganakses pendukung seperti blok blok apartemen untuk pegawai, sekolah, hotel, taman, pusat ibadah, rumah sakit bahkan istana negaranya dipindahkan ke kota itu. Kota itu kita kenal dengan: Putrajaya
Terus, orang berbisnis kemana, tetap ke Kuala Lumpur. Ibukota negara tetap Kuala Lumpur, tapi pusat pemerintahan adalah Putrajaya.
Agaknya inilah yang sedang dibahas bertahun tahun lamanya. Bahasan ini timbul tenggelam di meja meja rapat pemangku kuasa hingga Pemerintah saat ini menyetujui pemindahannya. Semoga menjadi solusi atas kepadatan Jakarta dan menjadi trigger pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Indonesia manapun akan di pilih.
*infonya untuk proyek pemindahan ini menelan biaya 500T.
1 Mei 2019
Terlepas dari apapun dan siapapun yang kita pilih, itu sudah berlalu dan saatnya menanti siapa yang dilantik.
Dalam sejarah Indonesia, ibukota negara kita beberapa kali berpindah pindah sesuai dengan kebutuhan dan karena ancaman yang berlaku ketika itu. Dalam konteks ini kita perlu membagi fikiran kita dulu dalam srbuah konsep yang sama. Supaya ngobrolnya nyambung, hehe
Ibukota negara, artinya pusat pemerintahan sebuah negara. Pusat ekonomi dan pusat industri tentu hal yang berbeda. Walaupun kedua hal ini saling bertumbuh dan saling memperngaruhi.
Yogyakarta, Jakarta, Padang di Sumbar hingga Bireuen di Aceh pernah menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Kala itu Belanda masih kekeuh untuk mepanjutkan tipu daya nya. Setelah keliling sampai ke barat Sumatera, perjalanan ibukota negara kita kembali ke Pulau Jawa, Jakarta.
Tahun 40an, Jakarta tidak seperti sekarang, secara wilayah, mungkin tidak bertambah (reklamasi pulau), tapi pembangunan infrastruktur ekonomi membuat Jakarta menjadi magnet bagi warga negara mengadu nasib. Industri di bangun, bandara di petakan, jaringan transportasi menjadi jembatan di sela kaki kaki pencari nafkah melangkah. Hingga penuh sesak dan belum ada solusi terbaik gimana caranya melapangkan jakarta selain hari libur (tanggal merah)
Beberapa negara besar yang kita kenal sudah memulai antisipasi itu. Ada beberapa cara yang memang mengerucut ke pemindahan. Apakah yang dipindahkan adalah warganya? bangunan bangunan pabrik ya? Atau komplek komplek gedung pemerintahan pusatnya?
Pemerintah dibeberapa negara mengantisipasi itu dengan cara tidak menggabungkan ketiga hal ini dalam satu kota. awal tahun 2000 Malaysia membuat kota buatan yang isi utamanya adalah Infrastuktur bangunan banghnan gedung kementerian, seluruh bangunan kementerian dan badan non kementerian tingkat I dipindahkan ke kota tersebut. Tidak hanya itu, dibangun juganakses pendukung seperti blok blok apartemen untuk pegawai, sekolah, hotel, taman, pusat ibadah, rumah sakit bahkan istana negaranya dipindahkan ke kota itu. Kota itu kita kenal dengan: Putrajaya
Terus, orang berbisnis kemana, tetap ke Kuala Lumpur. Ibukota negara tetap Kuala Lumpur, tapi pusat pemerintahan adalah Putrajaya.
Agaknya inilah yang sedang dibahas bertahun tahun lamanya. Bahasan ini timbul tenggelam di meja meja rapat pemangku kuasa hingga Pemerintah saat ini menyetujui pemindahannya. Semoga menjadi solusi atas kepadatan Jakarta dan menjadi trigger pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Indonesia manapun akan di pilih.
*infonya untuk proyek pemindahan ini menelan biaya 500T.
1 Mei 2019
Komentar
Posting Komentar